Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Menjadi Ketua Kelas, Jabatan Abadi Di SD

Kronologibayu- Pendidikan adalah hal yang penting bagi siapa saja. Pendidikan mengajarkan berbagai macam disiplin ilmu dan juga mengajarkan jiwa kepemimpinan bagi peserta didiknya. Akses pendidikan tidak hanya terbatas pada pendidikan formal atau pendidikan pada perguruan tinggi saja. Pendidikan bisa di peroleh dimana saja dan kapan saja, bisa di sekolahan, pesantren, bimbingan belajar, home schooling, lingkungan masyarakat, alam terbuka bahkan secara otodidak. Namun pendidikan yang paling umum diperoleh masyarakat kita adalah pendidikan di sekolahan.

Sekolahan pada dasarnya adalah tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar ini dipimpin oleh seorang guru dengan materi pelajaran berdasar kurikulum yang berlaku.

Melalui kurikulum ini diharapkan pendidikan dapat mencerdaskan generasi penerus bangsa berdasar strategi dan capaian yang telah diatur dalam kurikulum. Kurikulum telah mempunyai formula sendiri-sendiri di setiap jenjang pendidikan. Baik SD, SMP dan SMA bahkan perguruan tinggi telah memiliki formulasi masing-masing. 

Di negara kita mengenal pendidikan wajib belajar 12 tahun. Pendidikan ini dimaksudkan sebagai pendidikan dasar bagi generasi bangsa. Pendidikan ini bersifat wajib karena pemerintah ingin meningkatkan kompetensi dan kualifikasi penduduknya melalui pendidikan dasar ini.

Melalui program yang telah dicanangkan tersebut diharapkan mampu membentuk masyarakat yang berkarakter kuat dan tangguh sebagai bekal hidup ditengah kondisi globalilasi dunia.

Meskipun pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar selama 12 tahun, bukan berarti pemerintah membatasi kita untuk mendapatkan pendidikan hanya sampai jangka waktu tersebut. Hakikat pendidikan sesungguhnya yaitu Long life education!.

Pendidikan tidak terbatas pada jangka waktu tertentu. Pendidikan bisa ditempuh secara formal maupun informal, kapan saja dan di mana saja serta  tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Pendidikan yang diberikan oleh pemerintah memiliki tujuan strategis bagi generasi penerus bangsa. Pendidikan tidak hanya bertujuan membekali ilmu sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan, lebih dari itu melalui pendidikan juga bertujuan membentuk generasi penerus yang tangguh.

Mengajarkan leadership adalah salah satu cara pendidikan untuk membentuk kader-kader penerus yang tangguh. Contoh riil cara pembentukan leadership di dalam pendidikan misalnya adanya Kepramukaan, PMR, OSIS, ROHIS, Pengurus kelas dll.

Ketua Kelas adalah salah satu contoh bentuk leadership di dunia pendidikan. Meskipun jabatan ini merupakan satuan terkecil dari struktur kepemimpinan di dunia pendidikan namun jabatan ini juga memiliki peran yang signifikan bagi pembentukan jiwa kepemimpinan dalam diri generasi muda.

Ketua kelas tidak hanya sebagai pemimpin kelas saja, terlebih dari itu ketua kelas adalah mandataris sekolah dalam hal penegakan tata tertib sekolah yang berlaku. Jadi, Ketua Kelas memiliki tanggungjawab strategis dalam percaturan interaksi di sekolah. Selain menjadi leader kelas secara struktural, ketua kelas juga harus mampu menjadi contoh yang baik bagi teman-temannya.  

Sedikit flashback ke masa-masa pendidikan dasar yang pernah saya tempuh dulu, tepatnya saat saya masih SD. Bagi Saya dunia SD adalah dunia anak-anak yang penuh romantika asa dan cita-cita.

Menjadi ketua kelas adalah hal yang biasa bagi setiap murid, namun memegang tanggungjawab sebagai ketua kelas selama 6 tahun berturut-turut adalah hal yang jarang dialami oleh setiap orang. Hanya segelintir murid yang mengalami hal tersebut. Saya adalah bagian dari segelintir orang yang pernah menjadi Ketua Kelas selama 6 kali di SD.

Teringat benar oleh saya, ketika itu keluguan dan rasa keingintahuan yang besar sebagai anak kecil sedang gencar-gencarnya menyelimuti diri saya. Maklum anak usia 6 tahun itu sedang lucu-lucunya dan terkadang bandelnya minta ampun. Tahapan / level yang lebih tinggi yaitu SD telah menanti saya selepas merampungkan studi dari Children Park (baca: taman kanak-kanak ).

Kebandelan dan kelucuan pada usia tersebut adalah semata-mata akibat rasa ingin tahu yang besar dari seorang bocah yang sedang bertransformasi tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh.

Bulan Juli tahun 1996 adalah momentum di mana saya resmi menjadi murid SD. Bulan dan tahun ini adalah titik awal dimulainya perjuangan saya menggelorakan asa dan cita. Penampilan baru dan lingkungan baru siap menanti saya.

Baju putih, celana biru dan dasi warna biru dipadu sentuhan rompi biru yang aduhai lucunya ala anak TK kini telah berganti dengan Putih-Merah ala anak Elementary School. Rambut klimis dengan sentuhan minyak urang-aring gaya 90-an menjadi style saya kala itu.

“Le, rene minyakan sik”.
(nak, kesini pakai minyak dulu)

Kata di atas adalah kata yang cukup familiar di telinga saya kala akan berangkat sekolah. Kata ini terlontar dari Ibu saya. Setelah mendengar kata tersebut, saya langsung bergegas menuju pangkuan ibu, lalu ibu saya pun seraya mengusap rambut saya dengan minyak rambut dan di akhiri dengan belaian lembut memakai sisir.

Ya benar sekali, nampaknya ibu saya sangat menginginkan anak laki-lakinya tampil ganteng kala itu . Kata yang keluar dari ibu saya adalah wujud betapa sayangnya ibu dengan saya.  

Perlengkapan tulis sudah lengkap, penampilan sudah oke maka berangkatlah saya menuju dunia baru saya kala itu. Dengan di temani uang saku dua keping uang logam seratus perak bergambar gunungan wayang kulit semakin menambah kemantapan perjalanan menuju sekolah.

Bermain dengan teman baru yang celananya kedodoran hingga teman baru yang tak memakai celana adalah menu yang menjadi keseharian saya di kala jam rehat sekolah.
[teman yang tak memakai celana sebut saja murid cewek, ya karena mereka memakai rok]

Dua puluh satu murid adalah jumlah murid yang menjadi angkatan saya  ketika pertama kali menjejakkan kaki di bangku SD. Bermacam karakter anak tumplek blek menjadi satu. Bisa anda bayangkan betapa repot dan capeknya menghadapi 21 anak yang masih lugu+culun dan terkadang kontroversial di beberapa kesempatan. Dibutuhkan seorang guru yang super sabar dan bertangan dingin untuk menghadapi murid baru di SD.

Bu Partinah adalah guru yang sangat sabar meladeni apa yang menjadi mau kami kala itu. Guru yang sabar dan lembut terhadap muridnya ini mampu menjinakkan kami ketika itu. Entah kenapa kami merasa Bu Partinah adalah ibu kami.

Ibu Partinah adalah guru wali kelas sekaligus orang pertama yang mengenalkan saya dalam hal kepemimpinan dan jabatan ketua kelas. Berawal dari kekosongan pimpinan barisan kelas 1 SD pada saat upacara bendera di sekolahan, beliau tergelitik untuk menunjuk salah satu murid guna maju ke depan menjadi pimpinan barisan.

Pilihan Bu Partinah kala itu jatuh kepada saya. Entah apa alasan beliau memilih saya, apakah karena saya kala itu imut di mata beliau atau saya terlihat ganteng gara-gara rambut saya yang aduhai klimis penuh minyak urang-aring pemberian ibu.

Teringat jelas dalam memori saya bahwa Bu Partinah kala itu langsung menuntun saya seraya membujuk untuk maju ke depan menjadi pimpinan barisan.  Hal di luar espektasi Bu Partinah dan rekan-rekan saya terjadi, anak laki imut dan sedikit cabi yang diharapkan dapat memimpin barisan kala itu

... Ternyata ....

ya,. ia jutru menangis dengan hebatnya ketika diajak maju ke depan oleh Bu Partinah. Suasana khidmat upacara akhirnya pecah akibat hadirnya suara tangis 7 oktaf tangga nada dari mulut saya. Suara yang memekakan telinga para peserta upacara tersebut di akibatkan karena sang bocah takut kala itu untuk menjadi pimpinan barisan kelas ...

Bu Partinah tidak tinggal diam, untuk meredam tangis yang semakin tak karuan bunyinya, Bu Partinah akhirnya mengembalikan saya ke barisan semula. Maklum sifat natural anak kecil masih menghinggapi saya ketika itu. Alhasil kelas 1 pada saat itu melaksanakan upacara tanpa adanya pemimpin alias tetap mengalami kekosongan pemimpin barisan kelas.

Itulah momentum yang masih terpatri benar dalam memori saya hingga saat ini. Dari kejadian kala itu, Bayu kecil perlahan mulai memahami bahwa di sekolah itu ternyata ada jabatan pemimpin atau ketua kelas.

Bu Partinah paham betul terhadap karakter anak, butuh waktu untuk murid baru agar paham tentang apa itu pemimpin atau apa itu ketua kelas. Pada waktu yang tepat akhirnya beliau memilih leader sebagai ketua kelas. (Belum adanya Ketua Kelas pada saat itu disebabkan karena masa transisi murid baru dari TK ke SD yang masih membutuhkan proses adaptasi).

Lagi... pilihan Bu Partinah jatuh kepada saya. Mungkin beliau ingin memberi saya kesempatan untuk menjadi ketua kelas. Seiring proses berjalannya waktu, akhirnya lambat laun saya mengerti dan paham ternyata harus ada pemimpin dalam suatu kelas.

Tugas pertama saya sebagai ketua kelas baru yaitu menjadi pemimpin barisan  kelas 1 dalam upacara bendera di kesempatan lain. Itulah kronologi awal mengenai perkenalan saya dengan leadership sebagai Ketua Kelas.

Berlanjut ke kelas 2>>
Di bawah asuhan Bapak Joko guru wali kelas kami, saya kembali ditunjuk sebagai ketua kelas. Kharisma seorang pemimpin nampaknya masih kuat menaungi saya, mungkin minyak rambut yang saya pakai memiliki tuah magis tersendiri sehingga saya kembali didapuk menjadi ketua kelas .

Memimpin doa sebelum belajar dan doa ketika akan pulang dari sekolah serta tugas memimpin barisan kelas pada saat upacara adalah beberapa tugas pakem yang harus saya lakoni kembali. Selain itu saya juga harus menjadi contoh baik kepada teman-teman, meskipun tak jarang saya juga terlibat intensif dalam kegaduhan kelas untuk bermain bersama teman. Dari bermain kejar tangkap hingga bermain layangan ada di dalam kelas . Maklum dunia anak adalah dunia bermain.
 
Lanjut Ke kelas 3>>  Setelah setahun berada di kelas 2 maka saya dan teman-teman akan menapaki kelas baru yaitu di kelas 3, namun kami harus mengikuti serangkaian ujian kenaikan kelas. Ujian ini bertajuk “Ulangan Umum Catur Wulan III”.

Hari demi hari ujian saya lalui, challenge demi challenge soal pun saya hadapi dengan teliti. Serangkaian ujian yang cukup memakan tenaga dan pikiran tersebut akhirnya selesai juga di lalui, maka saya dan teman satu kelas tinggal menunggu hasil ujian yang sangat menentukan ini.

Pengumuman kenaikan kelas dibagikan tepat pada tanggal 19 Juni 98 atau 29 hari pasca mundurnya Pak Harto dari kursi Kepresidenan, Ya.. pada tanggal ini saya akan menerima hasil keputusan sidang dewan kenaikan kelas. Melalui buku kecil berukuran 21 x 18 cm bersampul kuning yang berisi kombinasi huruf dan angka-angka ini, nasib studi saya ditetapkan.

Saya secara perlahan membuka buku bersampul kuning tersebut, seketika itu juga mata saya berbinar-binar seraya mengucap syukur. Mata saya berbinar bukan karena mendapatkan hadiah mobil dari undian lotre permen cicak atau mendapatkan satu unit piring cantik dari undian gosok di bungkus detergen, berbinarnya mata saya tersebut di akibatkan oleh tulisan di pojok kanan bawah buku rapor yang menetapkan bahwa saya Naik Kelas.

Nilai yang saya dapatkan juga cukup memuaskan. Hasil positif di hari tersebut semakin memantapkan Bayu kecil untuk menapaki studi di kelas 3 sekolah dasar nantinya.

Setelah berhasil melalui fit and proper test kenaikan kelas di beberapa waktu yang lalu akhirnya saya resmi menjadi murid kelas 3. Lembar baru pun segera memenuhi aktivitas saya sebagai murid di kelas 3 ini.

Bu Darwanti adalah wali kelas kami di kelas yang baru ini. Beliau orangnya baik, ramah, tegas dan peduli terhadap murid-muridnya. Melalui pengajaran yang baik dari Bu Darwanti ini kami memulai lembar studi di kelas 3.

Aktivitas pertama yang digelar oleh Bu Darwanti di kelas baru ini yaitu  memperkenalkan diri yang dilanjut dengan memberi motivasi kepada murid-muridnya. Setelah aktivitas pakem yang bertajuk Perkenalan Diri selesai, tugas Bu Darwanti selanjutnya yaitu membentuk susunan pengurus kelas.

Sesuai judul tulisan di atas yaitu Ketua kelas, jabatan abadi Di SD, maka dapat anda tebak dengan mudah,.. Ya. Saya terpilih kembali menjadi Ketua Kelas. Saya menjadi ketua kelas yang ketiga kalinya. Mungkin ini sudah menjadi suratan takdir dari yang di Atas.

Dengan terpilihnya lagi saya sebagai ketua kelas maka saya kembali mengemban tugas sebagai leader kelas sekaligus berkutat lagi dengan tugas-tugas protokoler sebagai seorang pemimpin kelas. Tugas memimpin barisan kelas pada saat upacara, tugas memimpin doa di kelas hingga menjadi contoh yang baik kepada teman adalah beberapa mandat dari Bu Darwanti yang harus saya emban dengan baik.

Semakin tinggi pohon maka semakin tinggi pula angin yang berhembus, mungkin ini adalah peribahasa yang tepat menggambarkan betapa ujian sebagai seorang ketua kelas semakin berat di kelas 3 ini.

Dari gaduhnya kelas akibat ulah teman lain hingga kegaduhan akibat kejadian tak terduga menyelimuti perjalanan di kelas 3 ini. Maklum anak usia kelas 3 adalah usia peralihan dari masa anak-anak menuju masa remaja. Sehingga kebutuhan interaksi antar murid semakin intens terjadi.

Interaksi-interaksi yang terjadi ini salah satunya terwujud dalam gojekan di kelas yang berujung gaduh tersebut. Kegaduhan tersebut terwujud dalam beberapa kegiatan gojekan kelas antara lain main kelereng di dalam kelas, kotek’an (memukul meja dengan irama tertentu layaknya alat musik), kejar- kejaran di kelas dan nyanyi-nyanyi di kelas.

Kegaduhan ini terjadi apabila kelas di tinggal oleh guru kami. Saya sebagai ketua kelas harus menetralisirkan kegaduhan yang terjadi, namun tak jarang juga saya justru ikut terseret dalam keasyikan gaduhnya gojekan kelas yang terjadi. Maklum saya masih anak-anak kala itu .  Jadi godaan untuk terlibat gojek pun tak terhindarkan.

Kencangnya angin ujian menjadi ketua kelas di setengah perjalanan masa sekolah dasar memang tidaklah ringan, selain harus bisa mengatur teman agar tidak gaduh, kita juga harus bisa menata diri sendiri agar mampu mengemban tugas sebagai seorang pemimpin dengan baik.

Di tengah karir kepemimpinan saya yang sedang menanjak . Saya pernah dihadapkan dengan satu ujian yang maha berat di kelas 3 ini. Jiwa kepemimpinan dan hati besar saya sebagai seorang pemimpin benar-benar di uji. Ujian yang satu ini adalah salah satu ujian yang paling mengenang dalam perjalanan saya selama menjadi ketua kelas putih-merah.

Apa ujian tersebut ??

Saya dihadapkan pada problem yang cukup pelik sebagai pemimpin kelas kala itu, bagaimana tidak pelik, lha wong teman sekelas saya ada yang berak di celana. Sebut saja Parno, ia adalah teman yang mengalami gangguan perut kala itu. Entah apa yang terjadi pada dirinya, namun disinyalir kejadian tersebut di akibatkan oleh perut si Parno yang tak kuasa menahan berak.

Kejadian ini berlangsung dengan cepat. Parno tiba-tiba berak di celana, seketika itu juga ia menangis cukup hebat. Suara tangisan Parno inilah yang membuat pandangan murid satu kelas tertuju padanya. Ketika pandangan kami tertuju pada diri Parno, Saya dan teman-teman mendapati celana Parno telah dipenuhi dengan.. Maaf.. benda berwarna kuning bertekstur lembek .

Ya benar pemirsa,.. hajatnya Parno telah keluar di celana .

Bau yang sangat memudarkan akal sehat langsung menyeruak memenuhi ruangan kelas.  Suasana gojek kelas yang cukup seru pada jam istirahat tersebut menjadi tidak kondusif akibat kejadian ini.

Kekacauan terjadi di mana-mana, beberapa teman ada yang berhamburan menyelamatkan diri, ada yang membakar ban sebagai bentuk protes, ada yang berteriak lantang “TURUNKAN BBM” kepada pemerintah, ada yang menutup hidung bahkan diantara kami ada yang tertawa geli melihat kejadian tak lazim yang di alami Parno ini.

Melihat kejadian yang semakin kacau, jiwa kepemimpinan saya sebagai ketua kelas terpanggil untuk mengatasi kekacauan yang terjadi ini. Saya ambil keputusan untuk mengantar pulang si Parno tersebut. Kemudian saya mengajak dua teman lain untuk mengantar Parno pulang ke rumah. Saya dan dua orang teman mengantar Parno dengan jalan kaki pada saat itu.

Mengantar orang yang berak di celana itu bukan tanpa resiko. Pada saat itu, saya dan dua orang teman setidaknya harus menjaga jarak sekitar 5 meter di belakang Parno untuk menghindari bau yang tidak sedap. Suara tangisan Parno dari kejadian awal hingga dalam perjalanan masih pecah dengan hebat.

Suara tangis maha dasyat dan ditambah dengan pemandangan tak sedap yang begitu jelas terlihat telah membuat saya serta dua orang teman mengalami mati gaya selama dalam perjalanan mengantar Parno.

Kami bertiga hanya bisa nyengir sembari memegangi hidung masing-masing guna menahan nafas akibat bau tak sedap yang terbawa oleh hembusan angin.

Kejadian di atas merupakan pengalaman yang cukup mengenang dalam memori ingatan saya, bahkan hingga sekarang saya tertawa sendiri jika teringat kejadian tersebut. Dari kejadian itu saya berkesimpulan bahwa warna merah celana SD jika dikombinasikan dengan warna Kuning itu tidaklah cocok .

Baik kita lanjut ke kelas empat sekolah dasar>>

Cerita di kelas 4 ini masih tetap pakem yaitu saya kembali terpilih menjadi ketua kelas. Pemilihan ketua di kelas 4 ini berbeda dari kelas sebelumnya. Jika di kelas 1 s/d 3 menggunakan metode tunjuk oleh guru kelas maka di kelas 4 ini menggunakan voting/ pemilihan suara.

Pak Joko adalah guru kelas kami di kelas 4. Setelah terpisah di kelas 2 beliau kembali mengarsiteki kami. Pak Joko juga lah yang mengenalkan kami dengan sistem pemilihan berdasar suara terbanyak pada saat itu.

Ada satu kejadian unik kala diselenggarakan pemilihan ketua kelas di kelas 4 ini.

Pak Joko : Sopo Sing milih Parti ? ( siapa yang memilih Parti ? (salah satu murid perempuan))

Saya dan beberapa teman angkat jari untuk memilih Parti, melihat kejadian tak lazim ini Pak Joko menegur saya.

Pak Joko : Kwe ki yo milih awakmu dewe .

Saya baru ingat kalau saya adalah kandidat ketua kelas, untung saja Pak Joko mengingatkan saya . Bayu kecil memilih Parti dikarenakan ia pada saat itu ingin menjadi warga kelas biasa dan ingin memberikan kesempatan teman lain untuk merasakan menjadi Ketua Kelas. Tapi apalah daya, saya baru tahu kalau menjadi kandidat ketua kelas itu tidak boleh memilih kandidat lain pada saat pemungutan suara. hehehe.

Lagi pemirsa... Sesuai judul artikel ini Ketua Kelas Jabatan Abadi Di SD, maka saya kembali terpilih. Saya menang mutlak atas lawan-lawan saya dalam pemilihan ketua kelas. Tiga atau empat calon ketua kelas pada saat itu termasuk Parti di dalamnya, mereka semua saya kalahkan perolehan suaranya. Nampaknya aura dan pesona kegantengan saya belum pudar . [Ralat: Maaf.. pesona kepemimpinan maksud saya].

Cerita pun berlanjut di kelas 5>>
Disini kami bertemu dengan Bu Partinah sebagai guru kelas. Setelah hampir 4 tahun berpisah pada kelas 1, kami dipertemukan lagi dengan beliau di kelas 5. Suasana sekarang sedikit berbeda, jika dulu kami masih imut-imut lucu pada saat kelas 1 SD, sekarang kami sudah besar bahkan diantara kami ada yang mulai tumbuh kumis . Bahkan ada yang tumbuh bulu di sekujur tubuhnya, itu orang apa ayam ?!!. 

Bu Partinah mengawali hari itu dengan basa-basi pakem di negeri ini yaitu menanyakan kabar, menanyakan ini –itu hingga menanyakan nomor rekening listrik pun tak terelakan. Namun yang jelas Bu Partinah memulai hari itu dengan memberikan motivasi kepada kami. Setelah kegiatan basa-basi pakem bermanfaat tersebut selesai, kemudian Bu Partinah menggelar pemilihan pengurus kelas. Tidak perlu saya jelaskan kembali.

Pasti para pembaca semua telah mengetahui siapa ketua kelas yang terpilih pada saat itu. Ya dia adalah penulis artikel sekaligus pemilik blog ini. Siapa lagi kalau bukan saya sendiri. Nampaknya saya dan ketua kelas adalah dua elemen yang saling menyatu kala itu.

NEXT>>
Lima tahun sudah saya menjadi ketua kelas.  Suka dan duka menyelimuti perjalanan dalam status Putih-Merah. Dari pengalaman mengantar pulang teman yang berak di celana hingga memimpin doa telah saya alami. Harapan untuk merasakan menjadi warga kelas biasa pun kini hanya tinggal satu tahun di kelas 6.

ketua kelas sekolah dasar, pendidikan dasar , SD Negeri 

Berlanjut di kelas 6 SD>>
Kelas pamungkas sekaligus titik akhir perjuangan di sekolah dasar kini telah menanti saya. Porsi belajar hingga porsi makan kini bertambah , maklum ujian EBTANAS menanti saya di penghujung masa studi.

Ditengah doa dan usaha menapaki kelas terakhir masa studi di SD, saya pun berharap bisa merasakan menjadi warga kelas biasa di kesempatan ini. Namun harapan saya ini kembali pupus ketika hasil pemilihan pengurus kelas berkata lain. Ya, di bawah pimpinan Bu Temon Kinasih guru kelas kami, pemilihan berjalan lancar dan menghasilkan satu nama murid yang menjadi ketua kelas yaitu Saya.

Harapan untuk merasakan menjadi warga kelas biasa di sisa masa studi di SD akhirnya gagal. Bukan saya tidak mau menjadi ketua kelas namun rasa jenuh seorang anak nampaknya tidak bisa di bohongi kala itu, maklum namanya juga anak-anak .

Bukan bosan atau jenuh yang menjadi alasan utama saya ingin menjadi warga kelas biasa pada saat itu, saya sebenarnya ingin memberikan kesempatan kepada teman lain untuk menjadi ketua kelas. Tapi apalah daya suratan takdir dan amanah telah menghampiri saya untuk menjadi pemimpin kelas. Mungkin melalui ketua kelas, Tuhan ingin mengajarkan saya agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi, thanks God. Dapat di katakan Ketua Kelas adalah Jabatan abadi di SD bagi saya.

Dari pengalaman ini, saya mempunyai kutipan super untuk adik-adik yang kini menempuh sekolah SD s/d SMA dan sederajat.
Menjadi Ketua Kelas bukan hal yang harus dihindari & ditakuti. Hal yang harus dihindari adlh Ketakutan mjd Ketua Kelas
Menjadi ketua kelas selama 6 tahun berturut-turut mungkin adalah hal yang biasa bagi setiap orang, namun hal tersebut adalah hal yang cukup mengenang bagi saya, Ya.. setidaknya dapat menjadi cerita di hari tua yang dapat diceritakan kepada anak cucu kelak .

Apakah saya berhasil menjadi warga kelas biasa di SMP ? simak kelanjutannya
 ---- to be continued -----------
-Sekian -